Apa saja hak anak yang perlu diperhatikan setelah AG ditetapkan 'anak berkonflik dengan hukum' ?
Sumber gambar, KOMPAS.COM
Status AG sebagai "anak yang berkonflik dengan hukum" ditetapkan melalui persetujuan dari Kapolri atau pejabat lain yang ditunjuk kapolri, berdasarkan Pasal 26 UU SSPA. Artinya penyidik tidak bisa langsung menetapkan status tersangka pada anak tanpa ketetapan dari kapolri.
Ketentuan ini berlaku secara keseluruhan pada anak yang berhadapan dengan hukum.
"Tapi ketika anak sudah ditentukan sebagai tersangka, itu ada mekanisme yang harus segera dilakukan melibatkan PK Bapas [Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan]," kata Komisioner KPAI, Dian Sasmita.
Sumber gambar, Piyamas Dulmunsumphun/EyeEm via Getty Images
Bapas ini kemudian melakukan penelitian terhadap keluarga, dan lingkungan dari anak yang berstatus tersangka. Hasil penelitiannya kemudian dilaporkan kepada penyidik polisi sebagai bahan pertimbangan, termasuk penahanan hingga diversi.
"UU SPPA, ini hadir tidak tiba-tiba. Ini hadir untuk merespon bahwa, semua kenakalan anak yang berujung kriminal itu, tidak pernah berdiri sendiri. Tidak tiba-tiba ada anak yang melakukan tindak pidana. Tapi ada pengaruh di luar diri anak," kata Dian.
Pidana Penjara Seumur Hidup
Pidana penjara seumur hidup adalah satu dari dua variasi hukuman penjara yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) KUHP yang selengkapnya berbunyi:
a. Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
Kemudian merujuk Pasal 12 ayat (4) KUHP menyebutkan:
b. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi 20 tahun.
Dari bunyi Pasal 12 ayat (1) KUHP di atas, dapat disimpulkan bahwa pidana penjara seumur hidup artinya pidana penjara selama terpidana masih hidup hingga meninggal. Nah, dari aturan ini sekaligus menolak penafsiran yang selama ini ternyata salah bahwa hukuman penjara seumur hidup adalah hukuman penjara yang dijalani selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan.
Kasus penganiayaan: AG divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti 'turut serta' dalam 'penganiayaan berat yang direncanakan'
Sumber gambar, Detikcom
Diperbarui 10 April 2023
AG (15) divonis hukuman 3,5 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah karena turut serta menganiaya korban D (17).
"Menyatakan anak AGH terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu," kata Hakim tunggal Sri Wahyuni Batubara dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (10/4).
Hakim juga memutuskan bahwa AG akan menjalani masa tahanan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
Dalam pertimbangannya, Hakim Sri mengatakan kondisi korban D yang masih dirawat di rumah sakit dan mengalami kerusakan otak berat menjadi hal yang memberatkan bagi AG.
AG juga dinilai terlibat "aktif" dalam merencanakan penganiayaan itu, dan terbukti "mengelabui" korban D untuk mau menemuinya.
Selain itu, AG juga tidak berupaya mencegah maupun menghentikan aksi penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy ketika David telah terkapar dan tidak bergerak.
Sementara hal yang meringankan, bahwa AG masih berusia 15 tahun dan diharapkan bisa memperbaiki diri, menyesali perbuatannya, dan memiliki orang tua yang mengidap penyakit stroke dan kanker paru stadium empat.
Apakah AG bisa ditahan selama proses penyidikan?
AG masuk kategori usia anak [12-18 tahun] yang bisa dikenakan tindakan dan pidana.
Andaikan usia AG di bawah 12 tahun, menurut UU SPPA, maka ia tidak bisa dikenakan pidana, melainkan pembinaan.
Sementara itu, Pasal 32 UU SPPA menjelaskan penahanan terhadap anak bisa dilakukan dengan syarat anak telah berusia 14 tahun atau lebih; dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara tujuh tahun atau lebih.
Sumber gambar, KOMPAS.COM
Keluarga korban menerima putusan hakim
Kuasa hukum korban D, Melissa Anggraini menilai hakim "sudah cukup cermat" dalam memutuskan perkara ini.
"Walaupun tadinya keluarga berharap hukuman maksimal, tapi kami menerima dan menghargai putusan ini," ujar Melissa kepada wartawan usai persidangan.
"Kami berharap keputusan hari ini tidak saja menjadi efek jera bagi pelaku anak, tapi menjadi efek jera bagi seluruh masyarakat," kata dia.
Melissa mengatakan kasus ini telah menyebabkan korban D cedera otak berat dan berpotensi mengalami cacat permanen. D sudah dirawat di ruang perawatan insentif selama 50 hari.
Sejak sadarkan diri dari koma, Melissa menyebut bahwa D "belum bisa berkomunikasi dua arah, memorinya masih melompat-lompat, dan belum mengetahui mengapa dia ada di rumah sakit".
Mengapa anak memperoleh perlakuan khusus dalam proses hukum?
Sumber gambar, seksan Mongkhonkhamsao via Getty Images
Karena mereka dilindungi Undang Undang Perlindungan Anak, termasuk Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Anak yang berhadapan dengan hukum adalah mereka yang menjadi korban, saksi dan pelaku dengan usia belum mencapai 18 tahun.
Dian mengatakan anak belum cakap secara hukum, baik dari sisi kognitif dan mental.
"Supaya anak ini terhindar dari dampak buruk peradilan pidana umum, makanya muncul peradilan pidana anak," papar Komisioner KPAI, Dian Sasmita.
Sementara anak sebagai korban perlu mendapat pendampingan oleh pekerja sosial profesional di bawah otoritas pemerintah daerah.
"Pendampingan rehabilitasi, khususnya anak sebagai korban maupun anak sebagai saksi. Dan, anak sebagai pelaku juga," tambahnya.
Dalam Pasal 90 UU Sistem Peradilan Pidana Anak juga disebutkan, korban berhak atas upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga.
Selain itu, korban anak juga harus dijamin keselamatannya, baik fisik, mental, serta sosial; dan kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
"Nah, itu pemerintah harus hadir di sana. Kami dari KPAI memastikan pemerintah itu hadir," jelas Komisioner KPAI, Dian Sasmita.
AG dituntut empat tahun penjara
Sumber gambar, Kompas.com
Jaksa Penuntut Umum menuntut AG (15) dengan empat tahun penjara dalam kasus penganiayaan remaja berinisial D (17). AG adalah mantan pacar Mario Dandy Satrio (20), pelaku penganiayaan D di Kompleks Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada 20 Februari 2023.
"Terhadap yang bersangkutan dituntut empat tahun penjara dan akan menjalani masa tahanan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, Syarief Sulaeman Ahdi, Rabu (05/04), sebagaimana dikutip Kompas.com.
AG didakwa dengan Pasal 355 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dulu.
"Dengan banyaknya alasan yang memberatkan dan lebih sedikit alasan yang meringankan kami menuntut dan menempatkan dalam LPKA selama empat tahun," kata Syarief.
Ancaman hukuman maksimal yang bisa diberikan kepada AG, menurut Syarief, sejatinya mencapai 12 tahun penjara.
Namun, karena AG masih anak-anak, kata Syarief, hukumannya bisa dipotong sampai setengahnya.
"Ancaman maksimal untuk dewasa 12 tahun, dan untuk anak dipotong setengahnya menjadi empat tahun. Harapannya dia bisa memperbaiki dirinya karena masih punya masa depan," papar Syarief.
AG sebelumnya sudah ditetapkan sebagai 'anak berkonflik dengan hukum' oleh Polda Metro Jaya sejak 2 Maret 2023.
Sumber gambar, FAUZAN/ANTARAFOTO
Polda Metro Jaya menetapkan AG (15) sebagai 'anak yang berkonflik dengan hukum' dalam kasus penganiayaan D (17) oleh tersangka Mario Dandy Satrio (20) dan Shane Lukas Rotua (19).
AG diketahui berada di lokasi kejadian saat penganiayaan berlangsung di bilangan Jakarta Selatan pada 20 Februari lalu.
Penganiayaan terhadap D bermula saat Mario marah karena mendengar kabar dari saksi bernama Amanda yang menyebut AG (15) mendapat perlakuan tidak baik dari korban.
Mario lalu menceritakan hal itu kepada temannya, Shane Lukas (19). Kemudian, Shane memprovokasi Mario sehingga Mario menganiaya korban sampai koma. Shane juga merekam penganiayaan yang dilakukan Mario.
"Ada perubahan status dari AG yang awalnya adalah anak berhadapan dengan hukum meningkatkan statusnya menjadi anak yang berkonflik dengan hukum atau berubah menjadi pelaku," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan, Kamis (02/03).
Kepolisian berjanji akan memberikan perlakuan khusus terhadap AG sesuai aturan yang berlaku.
AG dijerat pasal 76c juncto pasal 80 UU perlindungan anak dan atau pasal 355 ayat 1 juncto 56 subsider Pasal 354 ayat 1 juncto Pasal 56 lebih subsider Pasal 353 ayat 2 lebih subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP.
Ancaman hukuman dari sejumlah pilihan pasal-pasal ini bervariasi dari empat hingga 12 tahun penjara.
Sebelumnya, Mangatta Toding Allo, kuasa hukum AG melaporkan keluhan kliennya ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ia mengatakan kepada media untuk meminta perlindungan.
"Kami memantau, [AG] memang sedang terpuruk dengan pemberitaan-pemberitaan," kata Mangatta seperti dikutip dari Kompas.com, (28/02).
Penjara Seumur Hidup Itu Berapa Lama?
Ada yang menafsirkan penjara seumur hidup adalah pemberian hukuman sesuai dengan usia terpidana saat divonis atau beranggapan bahwa penjara seumur hidup sesuai umur terpidana saat divonis. Contohnya terpidana A yang saat itu berusia 35 tahun dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup, si A kemudian menjalani hukuman penjara selama 35 tahun.
Ternyata, penafsiran di atas adalah penafsiran yang salah karena sudah melanggar Pasal 12 ayat (4) KUHP bahwa pidana penjara tidak boleh melebihi 20 tahun. Bagaimana pun hukum penjara seumur hidup artinya penjara sepanjang si terpidana masih hidup, dan hukumannya baru akan berakhir ketika ia meninggal dunia.
Dari Wikikamus bahasa Indonesia, kamus bebas
Belum ada komentar. Anda dapat menjadi yang pertama
sebagian atau seluruh definisi yang termuat pada halaman ini diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
Baik hukuman penjara maupun hukuman kurungan, sama-sama berupa penahanan kemerdekaan seseorang karena melakukan tindak pidana.
Bentuk hukuman pidana penjara dan kurungan merupakan pemindahan dengan menahan kebebasan seseorang, karena telah melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 KUHP.
Hukuman pidana penjara dan kurungan merupakan pidana pokok yang dapat dijatuhkan hakim selain pidana mati, pidana denda, dan pidana tutupan. Hukuman penjara dan kurungan adalah suatu pidana yang dijatuhkan oleh hakim melalui sebuah putusan yang diberikan kepada seorang yang terbukti bersalah di persidangan.
Pidana penjara merupakan suatu pidana yang berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan mengurung orang tersebut di dalam lembaga pemasyarakatan.
Hal itu dilakukan agar tindakan atau perbuatan seorang yang akan dihukum pidana penjara dikaitkan dengan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.
Sementara itu, pidana kurungan hanya dapat dijatuhkan kepada orang dewasa dan merupakan satu-satunya jenis pidana pokok berupa pembatasan kebebasan bergerak yang dapat dijatuhkan oleh hakim bagi orang yang melakukan pelanggaran.
Dalam Pasal 12 KUHP, hukuman pidana penjara dapat diberikan seumur hidup atau selama waktu tertentu, dimana waktu paling singkatnya satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.
Bagaimana respons KPAI?
Sumber gambar, fotojog via Getty Images
Dalam keterangan terbaru, Komisioner KPAI, Dian Sasmita, mengatakan pihaknya akan mengambil langkah pengawasan setelah AG ditetapkan sebagai 'anak yang berkonflik dengan hukum'—istilah penetapan sebagai 'tersangka' dalam peradilan anak.
"Apapun status hukumnya, mereka punya hak yang perlu pemerintah penuhi. KPAI kapasitasnya mengawasi agar peran-peran pemerintah dan penegak hukum berjalan sesuai aturan yang ada," katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (03/02).
Lebih lanjut, Dian juga mengatakan pihaknya akan memastikan baik kepada AG dan korban D, yang masih berstatus sebagai anak, untuk memperoleh layanan dari UPTD PPA.
Sumber gambar, Hélène Desplechin via Getty Images
UPTD PPA adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak. Ini merupakan unit pelaksana teknis di bawah pemda dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan masalah lainnya.
"Kita lakukan saja sesuai mandat," kata Dian.
Apa saja perlakuan khusus lainnya yang berhak diterima AG?
Ada sejumlah perlakuan khusus yang berhak diterima AG sebagai 'anak berkonflik dengan hukum'.
Berikut hak-hak tersebut:
AG berhak memperoleh upaya diversi dari penyidik kepolisian. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Diversi bisa dilakukan selama AG memperoleh ancaman pidana di bawah tujuh tahun penjara, dan ini bukan pengulangan tindak pidana. Hasil diversi adalah perdamaian antara pihak yang berseteru.
"Namun, sebelum masuk proses peradilan, para penegak hukum, keluarga, dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur pengadilan, yakni melalui Diversi berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif," menurut laporan umum UU SPPA.
Sumber gambar, GALIH PRADIPTA/ANTARAFOTO
Selain itu, ancaman hukuman bagi AG dan anak yang berkonflik dengan hukum tidak boleh lebih dari 10 tahun penjara (pasal 81).
"Kalau pun nanti divonis 10 tahun, itu hanya dijalani sepertiga dari pidana pokoknya," kata pegiat hak anak, Arist Merdeka Sirait kepada BBC News Indonesia, Kamis (02/03).
Seluruh atribut penegak hukum selama proses penyidikan hingga pengadilan tidak boleh digunakan. Hal ini tertuang dalam Pasal 22, di mana polisi, hakim, jaksa, advokat dilarang memakai toga atau atribut kedinasan.
"Kalau nanti harus diajukan ke pengadilan, itu juga harus tertutup persidangannya. Hakimnya sendiri tidak boleh pakai toga," lanjut Arist.
UU SPPA jelas melarang media cetak dan elektronik mengungkap identitas anak korban, saksi dan tersangka. Identitas ini meliputi nama anak, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak.
Sumber gambar, Christine Jerian/EyeEm via Getty Images
"Perlakuan khusus lain, dalam pemeriksaan itu tidak boleh terbuka, harus tertutup. Media juga nggak bisa meliput itu," kata Arist.
Dalam perlakuan khusus kepada korban D, Arist Merdeka Sirait setuju agar pelaku utama penganiyaan ini yaitu Mario Dendy Satrio dihukum seberat-beratnya. "Karena perbuatannya sudah sangat keji," katanya.
Sejumlah surat kabar elektronik secara gamblang mengungkap identitas AG, dan menyebarkan tuduhan-tuduhan yang belum terbukti yang dikutip dari akun-akun media sosial. Identitas D, termasuk ayah korban juga tak luput dari pemberitaan.
Selain UU SPPA, kode etik jurnalis dan pedoman pemberitaan ramah anak yang dikeluarkan Dewan Pers juga melarang surat kabar mengumbar identitas anak khususnya yang berhadapan dengan hukum.
Sekretaris Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta, Marina Nasution, mengatakan sebagian surat kabar "tidak mempertimbangkan dampak psikologis dan efek negatif pemberitaan, dan misleading."
Sumber gambar, simarik via Getty Images
"Tujuan media kan melindungi si anak melindungi haknya sebagai seorang manusia. Kalau aku lihatnya lebih dikuliti, bukan dilindungi," kata Marina.
Selain itu, tak banyak media mengupas persoalan relasi kuasa antara Dandy dan AG, di mana Marina bertanya-tanya "Kenapa bisa pria dewasa berpacaran dengan anak?"
"Media hanya mengamplifikasi apa yang dibilang netizen, bahwa ini kesalahan AG. Kemudian, dia yang jadi tersangka.
Padahal, Dandy itu sudah dewasa. Semestinya dia bisa menimbang ketika dapat input informasi dari pacarnya yang masih anak ini," kata Marina.
Sebelumnya, sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J kembali digelar di PN Jaksel hari ini, Rabu (18/1/2023).
Kali ini, giliran Terdakwa Putri Candrawathi dan Terdakwa Bharada E mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto menerangkan, Putri Candrawathi dan Bharada E akan menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan.
"Iya. Hari ini dua-duanya agendanya pembacaan tuntutan," kata dia saat dihubungi Rabu (18/1/2023).
Jaksa mendakwa Putri Candrawathi dan Bharada E dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam pemeriksaan terdakwa, Putri lebih banyak menceritakan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J sewaktu di Magelang. Putri bahkan sampai tak bisa menahan kesedihan. Air mata bercucuran membasahi kedua pipi.
Pada persidangan tersebut, Putri juga mengungkapkan sebenarnya tak ingin dugaan pelecehan seksual diketahui banyak pihak. Tapi, saat itu suaminya memaksa agar memberikan kesaksian di hadapan penyidik Tim Khusus (Timsus).
Sebab, Timsus Polri menjanjikan Putri Candrawathi tetap berstatus sebagai saksi. Tetapi, apalah daya statusnya justru berubah setelah bersedia menceritakan peristiwa yang dialaminya pada 7 Juli 2022.
Berbeda dengan Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumui alias Bharada E justru blak-blakan menceritakan skenario pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Adapun, Ferdy Sambo disebut sebagai otak atau dalang.
Bharada E menerangkan, rencana jahat terkait pembunuhan Brigadir J dibahas Ferdy Sambo di lantai 3 di rumah Jalan Saguling III No.29, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Bharada E sebut Putri Candrawathi ikut mendengar.
Punishment / Prisons: (Hukuman / Penjara)
Indonesiabaik.id - Arti hukuman penjara seumur hidup telah dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang termuat dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 KUHP.